Rabu, 25 Juli 2007

Golkar Bertemu PDIP di Palembang

Pertemuan kebangsaan antara PDIP dan Partai Golkar berlangsung di Gelanggang Olahraga (GOR) Palembang dihadiri ribuan kader kedua partai yang mengenakan baju warna merah dan kuning dalam acara yang dipandu presenter Helmy Yahya.


Keterangan yang diterima di Press Room DPR/MPR Jakarta, Selasa menyebutkan, foto besar Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketua Dewan Penasihat Golkar Surya Paloh dan Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) PDIP Taufiq Kiemas alias TK, menjadi latar belakang panggung. Bendera kedua partai juga berkibar berdampingan di setiap sudut kota Palembang.

Sepanduk dan umbul-umbul berwarna merah dan kuning menghiasi kota empek-empek itu. Pada pertemuan ini, PDIP bertindak sebagai tuan rumah, sementara pimpinan dan para kader Golkar menjadi tamu. Sebelumnya, dalam pertemuan yang digelar di Medan pada 20 Juni, Partai Golkar bertindak sebagai tuan rumah.

Dibandingkan dengan pertemuan sebelumnya di Medan, pertemuan di Palembang lebih meriah. Begitu masuk stadion, TK dan Surya Paloh disambut Tari Barongsai. Setelah orasi, TK dan Surya mengadakan pertemuan tertutup di hotel dengan para pimpinan daerah dan cabang kedua partai.

Meskipun Ketua Umum Golkar Jusuf Kalla berharap agar pertemuan kedua partai tidak dilanjutkan kembali setelah Pertemuan Palembang, TK dan Surya Paloh akan jalan terus.

Dalam waktu dekat, kedua tokoh akan menandakan pertemuan dengan kelompok tani dan nelayan di Jawa Barat dan akhir Desember 2007 akan melakukan pertemuan serupa di Jatim.

Di hadapan massa kuning-merah berjumlah ribuan itu Taufik Kiemas dan Surya Paloh menyampaikan orasi politik secara bergantian. Kedua tokoh berpengaruh di PDI-P dan Golkar itu didampingi para pengurus pusat partai masing-masing.

Surya Paloh mengatakan popularitas partai politik saat ini berada pada titik paling rendah di antara lembaga-lembaga yang tidak popular, termasuk parlemen. Eksistensi partai politik saat ini, kata bos Metro TV itu, berada dalam lampu kuning, karena partai politik belum mampu memenuhi harapan rakyat.

"Bahaya bagi kehidupan bangsa ini ke depan adalah bila partai-partai semakin terpinggirkan dan semakin tidak dipercaya," katanya.

Bila kekuatan ekstraparlemen lebih kuat dan berpengaruh dari kekuatan parlemen. Bila ini terjadi, maka partai politik berada dalam bahaya. Karena itu Golkar dan PDIP berpandangan bahwa situasi ini harus diatasi bersama-sama," kata Surya Paloh.

Menanggapi pro dan kontra yang menyertai silaturahmi kedua partai, Surya mengemukakan, terlepas dari pro dan kontra yang muncul, silaturahmi adalah awal dari sebuah keinginan besar Golkar dan PDIP untuk memulai sebuah gerakan moralitas.

"Gerakan moralitas bangsa yang harus dipelopori oleh para elite di tubuh partai. Apakah pertemuan kedua partai ini untuk menyongsong Pemilu 2009, kita tidak membantahnya juga tidak membenarkannya. Biarkan ini berproses, yang pasti kita akan menghadapi Pemilu 2009," kata Surya Paloh.

Menurut dia, Golkar dan PDIP bisa bersatu karena sama-sama prihatin atas kondisi bangsa. Saat ini, telah terjadi pergeseran komitmen kebangsaan dan telah terjadi erosi nasionalisme.

Taufiq Kiemas menekankan perlunya kedua partai untuk menjalin komunikasi dalam rangka menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Dikatakannya, menciptakan stabilitas politik merupakan suatu keharusan agar bangsa ini bisa membangun.

Dia menegaskan, tidak mungkin bangsa ini bisa membangun perekonomian jika tidak ditopang oleh stabilitas politik. Silaturahmi PDIP dengan Golkar dalam rangka menciptakan stabilitas politik.

Suami mantan Presiden Megawati itu kembali menekankan, jika stabilitas politik tercipta, pemerintah tinggal membangun perekonomian nasional. Stabilitas politik, juga memungkinkan pemerintah untuk menegakkan hukum tanpa tebang pilih. (*/lpk)
Sumber:http://www.kapanlagi.com/h/0000183012.html

Pertemuan kebangsaan antara PDIP dan Partai Golkar berlangsung di Gelanggang Olahraga (GOR) Palembang dihadiri ribuan kader kedua partai yang mengenakan baju warna merah dan kuning dalam acara yang dipandu presenter Helmy Yahya.


Keterangan yang diterima di Press Room DPR/MPR Jakarta, Selasa menyebutkan, foto besar Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketua Dewan Penasihat Golkar Surya Paloh dan Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) PDIP Taufiq Kiemas alias TK, menjadi latar belakang panggung. Bendera kedua partai juga berkibar berdampingan di setiap sudut kota Palembang.

Sepanduk dan umbul-umbul berwarna merah dan kuning menghiasi kota empek-empek itu. Pada pertemuan ini, PDIP bertindak sebagai tuan rumah, sementara pimpinan dan para kader Golkar menjadi tamu. Sebelumnya, dalam pertemuan yang digelar di Medan pada 20 Juni, Partai Golkar bertindak sebagai tuan rumah.

Dibandingkan dengan pertemuan sebelumnya di Medan, pertemuan di Palembang lebih meriah. Begitu masuk stadion, TK dan Surya Paloh disambut Tari Barongsai. Setelah orasi, TK dan Surya mengadakan pertemuan tertutup di hotel dengan para pimpinan daerah dan cabang kedua partai.

Meskipun Ketua Umum Golkar Jusuf Kalla berharap agar pertemuan kedua partai tidak dilanjutkan kembali setelah Pertemuan Palembang, TK dan Surya Paloh akan jalan terus.

Dalam waktu dekat, kedua tokoh akan menandakan pertemuan dengan kelompok tani dan nelayan di Jawa Barat dan akhir Desember 2007 akan melakukan pertemuan serupa di Jatim.

Di hadapan massa kuning-merah berjumlah ribuan itu Taufik Kiemas dan Surya Paloh menyampaikan orasi politik secara bergantian. Kedua tokoh berpengaruh di PDI-P dan Golkar itu didampingi para pengurus pusat partai masing-masing.

Surya Paloh mengatakan popularitas partai politik saat ini berada pada titik paling rendah di antara lembaga-lembaga yang tidak popular, termasuk parlemen. Eksistensi partai politik saat ini, kata bos Metro TV itu, berada dalam lampu kuning, karena partai politik belum mampu memenuhi harapan rakyat.

"Bahaya bagi kehidupan bangsa ini ke depan adalah bila partai-partai semakin terpinggirkan dan semakin tidak dipercaya," katanya.

Bila kekuatan ekstraparlemen lebih kuat dan berpengaruh dari kekuatan parlemen. Bila ini terjadi, maka partai politik berada dalam bahaya. Karena itu Golkar dan PDIP berpandangan bahwa situasi ini harus diatasi bersama-sama," kata Surya Paloh.

Menanggapi pro dan kontra yang menyertai silaturahmi kedua partai, Surya mengemukakan, terlepas dari pro dan kontra yang muncul, silaturahmi adalah awal dari sebuah keinginan besar Golkar dan PDIP untuk memulai sebuah gerakan moralitas.

"Gerakan moralitas bangsa yang harus dipelopori oleh para elite di tubuh partai. Apakah pertemuan kedua partai ini untuk menyongsong Pemilu 2009, kita tidak membantahnya juga tidak membenarkannya. Biarkan ini berproses, yang pasti kita akan menghadapi Pemilu 2009," kata Surya Paloh.

Menurut dia, Golkar dan PDIP bisa bersatu karena sama-sama prihatin atas kondisi bangsa. Saat ini, telah terjadi pergeseran komitmen kebangsaan dan telah terjadi erosi nasionalisme.

Taufiq Kiemas menekankan perlunya kedua partai untuk menjalin komunikasi dalam rangka menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Dikatakannya, menciptakan stabilitas politik merupakan suatu keharusan agar bangsa ini bisa membangun.

Dia menegaskan, tidak mungkin bangsa ini bisa membangun perekonomian jika tidak ditopang oleh stabilitas politik. Silaturahmi PDIP dengan Golkar dalam rangka menciptakan stabilitas politik.

Suami mantan Presiden Megawati itu kembali menekankan, jika stabilitas politik tercipta, pemerintah tinggal membangun perekonomian nasional. Stabilitas politik, juga memungkinkan pemerintah untuk menegakkan hukum tanpa tebang pilih. (*/lpk)
Sumber:http://www.kapanlagi.com/h/0000183012.html

Read more......

Selasa, 24 Juli 2007

Stop Setoran Ke DPR

Adalah Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid yang meminta para menteri dan pemimpin lembaga yang menjadi mitra kerja Dewan Perwakilan Rakyat menghentikan pemberian uang dan aneka bentuk setoran kepada para wakil rakyat dalam proses pembuatan undang-undang. Setoran itu tidak perlu, sebab anggaran legislasi sudah disediakan.


Tradisi ini memang sudah berlangsung sejak Orde Baru. Pangkal soalnya, adalah gengsi para menteri. Ada anggapan yang berkembang waktu itu, setiap menteri akan dianggap berprestasi jika kementerian yang dipimpunnya mampu menggoalkan UU. Ini pangkal dari adanya tradisi setoron kepada anggota DPR. Tentu bukan hanya itu, setoran itu juga dimaksudkan untuk melapangkan jalan agar kepentingan pihak terkait bisa diakomodasi oleh DPR. Wajar kemudian, kalau kita menyimak produk legislasi lebih banyak mengakomodasi kepentingan pemesan dibandingkan dengan kepentingan publik.

Tradisi setoran itu, kemudian memunculkan adanya ‘makelar-makelar’ yang mengkomunikasikan kepentingan pemesan dengan kepada para anggota DPR. Memang tidak ada alasan lagi anggota DPR menerima setoran. Pertama, anggaran penyusunan undang-undang pada tahun ini telah dinaikkan, dari Rp 668 juta pada tahun lalu menjadi Rp 1,1-2,4 miliar untuk tiap rancangan undang-undang. Kedua, untuk saat ini proses legislasi lebih banyak porsinya di DPR. Tidak ada lagi menteri yang mau mengambil point untuk menaikkan kementeriannya dengan menginisiasi RUU.

Masih hangat dalam ingatan kasus amplop anggota DPR pada Pembahasan RUU Pemerintahan Aceh. Masalah yang mencuat itu dengan berujung kepada pengembalian uang amplop DPR kepada kas negara. Masalah ini kemudian dianggap selesai oleh KPK, karena KPK menganggap kasus pemberian honorarium kepada anggota Pansus RUU PA itu merupakan gratifikasi.
------

Anggota DRP memang dilarang menerima imbalan atau hadiah sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku. Baik saat melaksanakan fungsi legislasi, tetapi juga dalam pelaksanaan fungsi anggaran dan pengawasan. Saat menjalankan fungsi anggaran dan fungsi pengawasan inilah godaan terbesar muncul bagi anggota DPR.

Terdapat beberapa pola formulasi uang amplot itu. Pertama, untuk menaikkan Dana Alokas Umum (DAU)/Dana Alokasi Khusus (DAK) daerah. Pola ini dilakukan dimana pemerintah daerah bekerjasama dengan panitia anggaran. Harapannya adalah agar post anggaran dari pusat untuk daerah dinaikkan. Pola ini tampak pada issue yang sempat muncul dimana beberapa anggota DPR disinyalir menjadi calo anggaran. Nama-namanya sempat beredar di publik, tetapi kemudian tindak lanjutnya tidak terdengar.
Kedua, dana APBD untuk melapangkan kepentingan daerah. Pola ini tampak pada kasus yang pernah mencuat dimana seorang anggota DPR dalam rangka mendukung pembahasan sebuah undang-undang pemekaran. Pihak-pihak yang berkepentingan, pemerintah daerah, berkinginan agar pembuatan undang-undang di DPR dapat dikabulkan atau dipercepat.
Ketiga, gratifikasi. Amplop dari departemen terkait untuk melapangkan jalan dalam pembahasan UU. Contoh kasus ini tampak pada saat pembahasan RUU PA beberapa waktu yang lalu.
--------

Kita berharap dengan adanya tekad di atas, maka kasus-kasus uang ekstra yang diberikan kepada anggota DPR tidak akan terjadi lagi. Masalahnya peraturan saja. Aturan sudah jelas, bahwa anggota DPR dilarang menerima imbalan bagi anggota DPR RI diatur di dalam Kode Etik Anggota DPR yang menyatakan ”anggota dilarang menerima imbalan atau hadiah dari pihak lain, sesuai dengan peraturan perundang-undangan” (Pasal 11 Kode Etik DPR RI). Jika ada yang mengalir ke anggota DPR maka jelas bertentangan dengan Undang-undang Perubahan atas Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi (Pasal 12 B UU No. 20 tahun 2001).

Untuk itu, tampaknya kasus-kasus masa lalu yang sempat mencuat di permukaan sudah seharusnya ditindak lanjuti. Dalam banyak kasus, ada kecenderungan anggota DPR yang melakukan penyalahgunaan wewenang dan melanggar kode etik diselesaikan melalui kompromi-kompromi politik tingkat tinggi. Oleh karena itu, banyak kasus yang sudah mencuat dipermukaan kemudian berakhir tanpa kabar, tanpa tindak lanjut yang jelas.
Bagaimanapun langkah untuk menyetop setoran ke DPR harus dipandang sebagai langkah yang baik untuk menjamin tidak adanya gratifikasi kepada anggota DPR. Bagaimanapun gratifikasi itu juga adalah uang negara.

Ellyasa KH Darwis
.

Adalah Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid yang meminta para menteri dan pemimpin lembaga yang menjadi mitra kerja Dewan Perwakilan Rakyat menghentikan pemberian uang dan aneka bentuk setoran kepada para wakil rakyat dalam proses pembuatan undang-undang. Setoran itu tidak perlu, sebab anggaran legislasi sudah disediakan.


Tradisi ini memang sudah berlangsung sejak Orde Baru. Pangkal soalnya, adalah gengsi para menteri. Ada anggapan yang berkembang waktu itu, setiap menteri akan dianggap berprestasi jika kementerian yang dipimpunnya mampu menggoalkan UU. Ini pangkal dari adanya tradisi setoron kepada anggota DPR. Tentu bukan hanya itu, setoran itu juga dimaksudkan untuk melapangkan jalan agar kepentingan pihak terkait bisa diakomodasi oleh DPR. Wajar kemudian, kalau kita menyimak produk legislasi lebih banyak mengakomodasi kepentingan pemesan dibandingkan dengan kepentingan publik.

Tradisi setoran itu, kemudian memunculkan adanya ‘makelar-makelar’ yang mengkomunikasikan kepentingan pemesan dengan kepada para anggota DPR. Memang tidak ada alasan lagi anggota DPR menerima setoran. Pertama, anggaran penyusunan undang-undang pada tahun ini telah dinaikkan, dari Rp 668 juta pada tahun lalu menjadi Rp 1,1-2,4 miliar untuk tiap rancangan undang-undang. Kedua, untuk saat ini proses legislasi lebih banyak porsinya di DPR. Tidak ada lagi menteri yang mau mengambil point untuk menaikkan kementeriannya dengan menginisiasi RUU.

Masih hangat dalam ingatan kasus amplop anggota DPR pada Pembahasan RUU Pemerintahan Aceh. Masalah yang mencuat itu dengan berujung kepada pengembalian uang amplop DPR kepada kas negara. Masalah ini kemudian dianggap selesai oleh KPK, karena KPK menganggap kasus pemberian honorarium kepada anggota Pansus RUU PA itu merupakan gratifikasi.
------

Anggota DRP memang dilarang menerima imbalan atau hadiah sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku. Baik saat melaksanakan fungsi legislasi, tetapi juga dalam pelaksanaan fungsi anggaran dan pengawasan. Saat menjalankan fungsi anggaran dan fungsi pengawasan inilah godaan terbesar muncul bagi anggota DPR.

Terdapat beberapa pola formulasi uang amplot itu. Pertama, untuk menaikkan Dana Alokas Umum (DAU)/Dana Alokasi Khusus (DAK) daerah. Pola ini dilakukan dimana pemerintah daerah bekerjasama dengan panitia anggaran. Harapannya adalah agar post anggaran dari pusat untuk daerah dinaikkan. Pola ini tampak pada issue yang sempat muncul dimana beberapa anggota DPR disinyalir menjadi calo anggaran. Nama-namanya sempat beredar di publik, tetapi kemudian tindak lanjutnya tidak terdengar.
Kedua, dana APBD untuk melapangkan kepentingan daerah. Pola ini tampak pada kasus yang pernah mencuat dimana seorang anggota DPR dalam rangka mendukung pembahasan sebuah undang-undang pemekaran. Pihak-pihak yang berkepentingan, pemerintah daerah, berkinginan agar pembuatan undang-undang di DPR dapat dikabulkan atau dipercepat.
Ketiga, gratifikasi. Amplop dari departemen terkait untuk melapangkan jalan dalam pembahasan UU. Contoh kasus ini tampak pada saat pembahasan RUU PA beberapa waktu yang lalu.
--------

Kita berharap dengan adanya tekad di atas, maka kasus-kasus uang ekstra yang diberikan kepada anggota DPR tidak akan terjadi lagi. Masalahnya peraturan saja. Aturan sudah jelas, bahwa anggota DPR dilarang menerima imbalan bagi anggota DPR RI diatur di dalam Kode Etik Anggota DPR yang menyatakan ”anggota dilarang menerima imbalan atau hadiah dari pihak lain, sesuai dengan peraturan perundang-undangan” (Pasal 11 Kode Etik DPR RI). Jika ada yang mengalir ke anggota DPR maka jelas bertentangan dengan Undang-undang Perubahan atas Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi (Pasal 12 B UU No. 20 tahun 2001).

Untuk itu, tampaknya kasus-kasus masa lalu yang sempat mencuat di permukaan sudah seharusnya ditindak lanjuti. Dalam banyak kasus, ada kecenderungan anggota DPR yang melakukan penyalahgunaan wewenang dan melanggar kode etik diselesaikan melalui kompromi-kompromi politik tingkat tinggi. Oleh karena itu, banyak kasus yang sudah mencuat dipermukaan kemudian berakhir tanpa kabar, tanpa tindak lanjut yang jelas.
Bagaimanapun langkah untuk menyetop setoran ke DPR harus dipandang sebagai langkah yang baik untuk menjamin tidak adanya gratifikasi kepada anggota DPR. Bagaimanapun gratifikasi itu juga adalah uang negara.

Ellyasa KH Darwis
.

Read more......

Sabtu, 21 Juli 2007

Pemalang Miskin Investasi

Melongok aras pembangunan di Pemalang, secara garis besar memiliki kecenderungan yang sangat monoton. Karena alur pembiayaan pembangungan yang digarap, pyur, hanya bertumpu pada isi dompet pemerintah. Maksude,yaitu Dana Alokasi Umum ( DAU ), Dana Alokasi Khusus ( DAK ), keduanya merupakan dana perimbangan (preweweh) dari pemerintah pusat, dan Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) yang asal-muasale dari tarikan pajak daerah, retribusi daerah dan hasil perusahaan milik daerah serta hasil pengelolaan kekayaan daerah yang sah.


Struktur modal dan kebutuhan 0ngkos yang tidak sebanding itulah biang kerok molornya laju pembangunan di Pemalang. Padahal, dalam pembiayaan pembangunan mensunahkan masuknya duwit pihak ketiga, yang lazim di sebut dengan istilah investor ( istilah kita disebut Cukong ). Bisane ? Apakah Pemalang tidak memiliki potensi ekonomi sehingga tidak menarik minat para cukong ?

Study Bank Dunia tahun 1997 merekomendasikan pentingnya good governance ( pemerintahan sing apik), agar dapat dilaksanakan pembangunan yang berkesinambungan. Jarene Dean Josep Nye dari Kennedy Scools of Government bahkan menggaris bawahi bahwa hal itu disebut sebagai suatu proses yang fundamental.

Study lain menyimpulkan bahwa potensi ekonomi suatu daerah tidak berkorelasi secara signifikan dengan daya tarik investasi. Tetapi jogroge penanaman investasi pembangunan merupakan branding ( merek ) bagi suatu daerah. Membangun brand adalah sebuah proses yang berkesinambungan, output-nya adalah reputasi. Penelitian yang dilakukan Ammon pada 1995 dan 1997, Cunningham 1997, Martin dan Kener, 1996, menyimpulkan bahwa pemerintah daerah yang memiliki keunggulan daya saing di berbagai bidang jebule mereka yang memiliki reputasi sebagai penyelenggara pemerinahan yang baik ( good governance ). Terus primen Pemalang mlebu kategori sing endi ?

Nggrayangi alur pikir para cukong, keputusan investasi justru terletak pada pertimbangan keamanan. Contoh di kabupaten/ kota yang ada di Bali, meskipun potensi ekonominya kalah jauh dengan daerah lain, tetapi kemampuanya sangat menonjol dalam menciptakan rasa aman. Perilaku birokrasi dan masyarakatnya menunjukan komitment yang kuat terhadap pembangunan ekonomi produktif. Dan itu sudah menjadi brand bagi Bali, sehingga investasi di kawasan itu jauh meninggalkan daerah lain.

Dr.Paul Temporal, adalah pakar dalam brand cretion,development and management, menyaratkan empat hal didalam membangun brand, yaitu :
Pemerintah harus memahami bahwa branding itu bukan sekedar membuat logo, tapi dibuktikan dalam kegiatan yang dapat dilihat dan diraskan manfaatnya oleh pelanggan.
Brand yang kuat harus dibangun dengan strategi yang jelas. Cirinya adalah mudah diingat dan dipahami oleh audiens. Brand adalah janji, oleh karena itu harus realistic, kredibel dan dapat dipercaya. Untuk itu Brand harus mampu deliver.
Brand membutuhkan satu konsistensi dalam berbagai bentuk.
Perlu dikawal serius untuk menjaga brand. Karena dalam konteks asset negara, brand adalah asset strategis. Oleh karena itu harus dipelihara sepanjang waktu oleh semua pihak, baik mereka yang berada dalam pemerintahan maupun masyarakatnya.

Njuh jajal dipikir, apa duduk perkarane minimnya investasi di pemalang. Waras dadine, jika pokok-pokok soal diatas dijadikan pedoman dalam melakukan evaluasi kinerja pemerintahan, untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan social. Percepatan pembangunan Pemalang hukume wis wajib, dan itu hanya bisa dimulai ketika pemerintahan pemalang mampu menciptakan brand/ merek yang baik. Brand yang kuat akan menjadi magnit yang memiliki daya tarik sehingga para cukong menjadikannya sebagai referensi.

Nang kene kyeh, pemerintah Pemalang dan dunia usaha harus rangkulan untuk menciptakan economic opportunity ( kesempatan ekonomis ) melalui kebijakan-kebijakan yang probisnis. Sebab potensi ekonomi Pemalang sesungguhnya sangat luas, baik dari potensi SDA maupun SDM yang tersedia. Kawasan kidulan yang ditetapkan sebagai kawasan argopolitan dengan slogan waliksarimadu yang merupakan singkatan dari Watukumpul, Belik, Pulosari dan Randudongkal adalah sebuah core competensi dibidang pertanian sing kudune dibuktikna secara konsisten dan mudah dipahami. Untuk itu dituntut terjadinya inovasi dalam pemerintahan yang tidak sebatas pada perubahan akan ketersediaan “ best praktise “ , ya anane informasi sing gampang di akses, tapi yang lebih penting inovasi itu harus melembaga pada pola pikir aparatur sing bener-bener ana nyatane dan mudah dipahami. Kiye kudu, sebagai bukti inovasi untuyk membangun brand agar Pemerintah Kabupaten Pemalang duwe ciri utawa merek ( brand ) perceived value yang unggul dibandingkan dengan daerah lain. Pisan-pisan tampil beda ra !

Nyelang omongane Fidel Muhamad, infrastruktur memang kegiatan pokok dalam kegiatan ekonomi, walaupun ini termasuk pendapat usang yang masih banyak dianut oleh kalangan pemerintah. Tetapi branding lebih penting karena disitu akan ada reputasi kanggo nyurung untuk meningkatkan daya saing. Brand, jaringan, data base adalah intangible asset yang mencakup skill indivisual atau kelompok/ masyarakat yang terkoordinasi adalah sumber keunggulan bersaing.*

Melongok aras pembangunan di Pemalang, secara garis besar memiliki kecenderungan yang sangat monoton. Karena alur pembiayaan pembangungan yang digarap, pyur, hanya bertumpu pada isi dompet pemerintah. Maksude,yaitu Dana Alokasi Umum ( DAU ), Dana Alokasi Khusus ( DAK ), keduanya merupakan dana perimbangan (preweweh) dari pemerintah pusat, dan Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) yang asal-muasale dari tarikan pajak daerah, retribusi daerah dan hasil perusahaan milik daerah serta hasil pengelolaan kekayaan daerah yang sah.


Struktur modal dan kebutuhan 0ngkos yang tidak sebanding itulah biang kerok molornya laju pembangunan di Pemalang. Padahal, dalam pembiayaan pembangunan mensunahkan masuknya duwit pihak ketiga, yang lazim di sebut dengan istilah investor ( istilah kita disebut Cukong ). Bisane ? Apakah Pemalang tidak memiliki potensi ekonomi sehingga tidak menarik minat para cukong ?

Study Bank Dunia tahun 1997 merekomendasikan pentingnya good governance ( pemerintahan sing apik), agar dapat dilaksanakan pembangunan yang berkesinambungan. Jarene Dean Josep Nye dari Kennedy Scools of Government bahkan menggaris bawahi bahwa hal itu disebut sebagai suatu proses yang fundamental.

Study lain menyimpulkan bahwa potensi ekonomi suatu daerah tidak berkorelasi secara signifikan dengan daya tarik investasi. Tetapi jogroge penanaman investasi pembangunan merupakan branding ( merek ) bagi suatu daerah. Membangun brand adalah sebuah proses yang berkesinambungan, output-nya adalah reputasi. Penelitian yang dilakukan Ammon pada 1995 dan 1997, Cunningham 1997, Martin dan Kener, 1996, menyimpulkan bahwa pemerintah daerah yang memiliki keunggulan daya saing di berbagai bidang jebule mereka yang memiliki reputasi sebagai penyelenggara pemerinahan yang baik ( good governance ). Terus primen Pemalang mlebu kategori sing endi ?

Nggrayangi alur pikir para cukong, keputusan investasi justru terletak pada pertimbangan keamanan. Contoh di kabupaten/ kota yang ada di Bali, meskipun potensi ekonominya kalah jauh dengan daerah lain, tetapi kemampuanya sangat menonjol dalam menciptakan rasa aman. Perilaku birokrasi dan masyarakatnya menunjukan komitment yang kuat terhadap pembangunan ekonomi produktif. Dan itu sudah menjadi brand bagi Bali, sehingga investasi di kawasan itu jauh meninggalkan daerah lain.

Dr.Paul Temporal, adalah pakar dalam brand cretion,development and management, menyaratkan empat hal didalam membangun brand, yaitu :
Pemerintah harus memahami bahwa branding itu bukan sekedar membuat logo, tapi dibuktikan dalam kegiatan yang dapat dilihat dan diraskan manfaatnya oleh pelanggan.
Brand yang kuat harus dibangun dengan strategi yang jelas. Cirinya adalah mudah diingat dan dipahami oleh audiens. Brand adalah janji, oleh karena itu harus realistic, kredibel dan dapat dipercaya. Untuk itu Brand harus mampu deliver.
Brand membutuhkan satu konsistensi dalam berbagai bentuk.
Perlu dikawal serius untuk menjaga brand. Karena dalam konteks asset negara, brand adalah asset strategis. Oleh karena itu harus dipelihara sepanjang waktu oleh semua pihak, baik mereka yang berada dalam pemerintahan maupun masyarakatnya.

Njuh jajal dipikir, apa duduk perkarane minimnya investasi di pemalang. Waras dadine, jika pokok-pokok soal diatas dijadikan pedoman dalam melakukan evaluasi kinerja pemerintahan, untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan social. Percepatan pembangunan Pemalang hukume wis wajib, dan itu hanya bisa dimulai ketika pemerintahan pemalang mampu menciptakan brand/ merek yang baik. Brand yang kuat akan menjadi magnit yang memiliki daya tarik sehingga para cukong menjadikannya sebagai referensi.

Nang kene kyeh, pemerintah Pemalang dan dunia usaha harus rangkulan untuk menciptakan economic opportunity ( kesempatan ekonomis ) melalui kebijakan-kebijakan yang probisnis. Sebab potensi ekonomi Pemalang sesungguhnya sangat luas, baik dari potensi SDA maupun SDM yang tersedia. Kawasan kidulan yang ditetapkan sebagai kawasan argopolitan dengan slogan waliksarimadu yang merupakan singkatan dari Watukumpul, Belik, Pulosari dan Randudongkal adalah sebuah core competensi dibidang pertanian sing kudune dibuktikna secara konsisten dan mudah dipahami. Untuk itu dituntut terjadinya inovasi dalam pemerintahan yang tidak sebatas pada perubahan akan ketersediaan “ best praktise “ , ya anane informasi sing gampang di akses, tapi yang lebih penting inovasi itu harus melembaga pada pola pikir aparatur sing bener-bener ana nyatane dan mudah dipahami. Kiye kudu, sebagai bukti inovasi untuyk membangun brand agar Pemerintah Kabupaten Pemalang duwe ciri utawa merek ( brand ) perceived value yang unggul dibandingkan dengan daerah lain. Pisan-pisan tampil beda ra !

Nyelang omongane Fidel Muhamad, infrastruktur memang kegiatan pokok dalam kegiatan ekonomi, walaupun ini termasuk pendapat usang yang masih banyak dianut oleh kalangan pemerintah. Tetapi branding lebih penting karena disitu akan ada reputasi kanggo nyurung untuk meningkatkan daya saing. Brand, jaringan, data base adalah intangible asset yang mencakup skill indivisual atau kelompok/ masyarakat yang terkoordinasi adalah sumber keunggulan bersaing.*

Read more......

Template Design | Elque 2007